Mengenal Hukum Perdata,Hukum Perjanjian, Hukum Perikatan, Hukum Dagang

A.  HUKUM PERDATA
  • PENGERTIAN HUKUM PERDATA
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukumdi daratan Eropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum perdata. Dalam sistemAnglo Sakson (common law) tidak dikenal pembagian semacam ini.
  • HUKUM PERDATA YANG BERLAKU DI INDONESIA
Hukum Perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat, Belanda, yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya dan sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan. Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang-Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang-Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu:
  1. Buku I tentang Orang : mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga.
  2. Buku II tentang Kebendaan : mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan.
  3. Buku III tentang Perikatan : mengatur tentang hukum perikatan (perjanjian), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian.
  4. Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian : mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
  • SEJARAH SINGKAT HUKUM PERDATA
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun berdasarkan hukum Romawi ‘Corpus Juris Civilis’yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancismenguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813).
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal dunia 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
  1. BW (atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).
  2. WvK (atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang)
Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
  • PENGERTIAN DAN KEADAAN HUKUM DI INDONESIA
Mengenai keadaan hukum perdata dewasa ini di Indonesia dapat kita katakana masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka warna. Penyebab dari keanekaragaman ini ada 2 faktor yaitu :
  1. Faktor Ethnis, disebabkan keanekaragaman hukum adat bangsa Indonesia karena Negara Indonesia ini terdiri dari beberapa suku bangsa.
  2. Faktor Hostia Yuridis yang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga golongan, yaitu :
  • Golongan Eropa dan yang dipersamakan.
  • Golongan Bumi Putera ( pribumi / Bangsa Indonesia asli ) dan yang dipersamakan.
  • Golongan Timur Asing ( Bangsa Cina, India, Arab )
Dan pasal 131.I.S. yaitu mengatur hukum-hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yang tersebut dalam pasal 163 I.S. diatas. Adapun hukum yang diperlakukan bagi masing-masing golongan yaitu :
  1. Bagi Golongan Eropa dan yang dipersamakan berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang Barat yang diselenggarakan dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di Negara Belanda berdasarkan azas konkordinasi.
  2. Bagi Golongan Bumi Putera dan yang dipersamakan berlaku hukum adat mereka. Yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku dikalangan rakyat, dimana sebagian besar dari hukum adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
  3. Bagi Golongan Timur Asing berlaku hukum masing-masing, dengan catatan bahwa golongan bumi putera dan timur asing diperbolehkan untuk menundukan diri kepada Hukum Eropa Barat baik secara keseluruhan maupun untuk macam tindakan hukum tertentu saja.

  • SISTEMATIKA HUKUM PERDATA
Sistematika Hukum Perdata kita (BW) ada dua pendapat.
  1. Pendapat yang pertama yaitu dari pemberlaku Undang-Undang berisi :
    Buku I : Berisi mengenai orang (Hukum tentang diri seseorang dan
    kekeluargaan)
    Buku II : Berisi tentang hal benda (Hukum kebendaan dan hukum waris)
    Buku III : Berisi tentang hal perikatan (Hak-hak & kewajiban timbal balik)
    Buku IV : Berisi tentang pembuktian dan daluarsa
  2. Pendapatan yang kedua menurut ilmu Hukum / doktrin dibagi dalam 4 bagian yaitu :
    1.    Hukum tentang diri seseorang (Pribadi)
    Mengatur tentang manusia sebagai subjek dalam hukum,mengatur tentang prihal kecakapan untuk memilliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-hak itu dan selanjutnya tentang hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.
    Hukum kekeluargaan
    2.    Mengatur prihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari kekeluargaan yaitu :
    Perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami dengan istri,hubungan antara orang tua dan anak,perwalian dan curatele.
    3.    Hukum Kekayaan
    Mengatur prihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Hak-hak kekayaan terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku terhadap tiap-tiap orang,oleh karnanya dinamakan hak perseorangan. Hak mutlak yang memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan. Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan.
    Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat:
  • Hak seorang pengarang atas karangannya.
  • Hak seseorang atas suatu pendapat dalam lapangan ilmu pengetahuan atau hak pedagangan untuk memakai sebuah merk dinamakan hak mutlak saja.

4.    Hak Warisan
Mengatur tentang benda atau kekayaan sesorang jika ia meninggal. Di samping itu Hukum Warisan mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.
B. HUKUM PERJANJIAN
Perjanjian adalah salah satu bagian terpenting dari hukum perdata. Sebagaimana diatur dalam buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Di dalamnya diterangkan mengenai perjanjian, termasuk di dalamnya perjanjian khusus yang dikenal oleh masyarakat seperti perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa,dan perjanjian pinjam-meminjam.
Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari pihak lain dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.
Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.
Pengertian perjanjian secara umum adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lainnya atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa itulah maka timbul suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dalam bentuknya, perjanjian merupakan suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Sedangkan definisi dari perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan Perikatan adalah suatu pengertian yang abstrak, sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang konkret atau suatu peristiwa.
Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik yaitu keinginan subyek hukum untuk berbuat sesuatu, kemudian mereka mengadakan negosiasi dengan pihak lain, dan sudah barang tentu keinginan itu sesuatu yang baik. Itikad baik yang sudah mendapat kesepakatan terdapat dalam isi perjanjian untuk ditaati oleh kedua belah pihak sebagai suatu peraturan bersama. Isi perjanjian ini disebut prestasi yang berupa penyerahan suatu barang, melakukan suatu perbuatan, dan tidak melakukan suatu perbuatan.
Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi 4 syarat:
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. Suatu pokok persoalan tertentu.
4. Suatu sebab yang tidak terlarang.

Dua syarat pertama disebut juga dengan syarat subyektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat obyektif. Dalam hal tidak terpenuhinya unsur pertama (kesepakatan) dan unsur kedua (kecakapan) maka kontrak tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan apabila tidak terpenuhinya unsur ketiga (suatu hal tertentu) dan unsur keempat (suatu sebab yang halal) maka kontrak tersebut adalah batal demi hukum.

Suatu persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan atau undang-undang. Syarat-syarat yang selalu diperjanjikan menurut kebiasaan, harus dianggap telah termasuk dalam suatu persetujuan, walaupun tidak dengan tegas dimasukkan di dalamnya.
Menurut ajaran yang lazim dianut sekarang, perjanjian harus dianggap lahir pada saat pihak yang melakukan penawaran (offerte) menerima jawaban yang termaktub dalam surat tersebut, sebab detik itulah yang dapat dianggap sebagai detik lahirnya kesepakatan. Walaupun kemudian mungkin yang bersangkutan tidak membuka surat itu, adalah menjadi tanggungannya sendiri. Sepantasnyalah yang bersangkutan membaca surat-surat yang diterimanya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, karena perjanjian sudah lahir. Perjanjian yang sudah lahir tidak dapat ditarik kembali tanpa izin pihak lawan. Saat atau detik lahirnya perjanjian adalah penting untuk diketahui dan ditetapkan, berhubung adakalanya terjadi suatu perubahan undang-undang atau peraturan yang mempengaruhi nasib perjanjian tersebut, misalnya dalam pelaksanaannya atau masalah beralihnya suatu risiko dalam suatu peijanjian jual beli.

Tempat tinggal (domisili) pihak yang mengadakan penawaran (offerte) itu berlaku sebagai tempat lahirnya atau ditutupnya perjanjian. Tempat inipun menjadi hal yang penting untuk menetapkan hukum manakah yang akan berlaku.
Dalam hukum pembuktian ini, alat-alat bukti dalam perkara perdata terdiri dari: bukti tulisan, bukti saksi-saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan dan bukti sumpah.
Perjanjian harus ada kata sepakat kedua belah pihak karena perjanjian merupakan perbuatan hukum bersegi dua atau jamak. Perjanjian adalah perbuatan-perbuatan yang untuk terjadinya disyaratkan adanya kata sepakat antara dua orang atau lebih, jadi merupakan persetujuan. Keharusan adanya kata sepakat dalam hukum perjanjian ini dikenal dengan asas konsensualisme. asas ini adalah pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kata sepakat.
Syarat pertama di atas menunjukkan kata sepakat, maka dengan kata-kata itu perjanjian sudah sah mengenai hal-hal yang diperjanjikan. Untuk membuktikan kata sepakat ada kalanya dibuat akte baik autentik maupun tidak, tetapi tanpa itupun sebetulnya sudah terjadi perjanjian, hanya saja perjanjian yang dibuat dengan akte autentik telah memenuhi persyaratan formil.
Subyek hukum atau pribadi yang menjadi pihak-pihak dalam perjanjian atau wali/kuasa hukumnya pada saat terjadinya perjanjian dengan kata sepakat itu dikenal dengan asas kepribadian. Dalam praktek, para pihak tersebut lebih sering disebut sebagai debitur dan kreditur. Debitur adalah yang berhutang atau yang berkewajiban mengembalikan, atau menyerahkan, atau melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu. Sedangkan kreditur adalah pihak yang berhak menagih atau meminta kembali barang, atau menuntut sesuatu untuk dilaksanakan atau tidak dilaksanakan.
Berdasar kesepakatan pula, bahwa perjanjian itu dimungkinkan tidak hanya mengikat diri dari orang yang melakukan perjanjian saja tetapi juga mengikat orang lain atau pihak ketiga, perjanjian garansi termasuk perjanjian yang mengikat pihak ketiga .
Causa dalam hukum perjanjian adalah isi dan tujuan suatu perjanjian yang menyebabkan adanya perjanjian itu. Berangkat dari causa ini maka yang harus diperhatikan adalah apa yang menjadi isi dan tujuan sehingga perjanjian tersebut dapat dinyatakan sah. Yang dimaksud dengan causa dalam hukum perjanjian adalah suatu sebab yang halal. Pada saat terjadinya kesepakatan untuk menyerahkan suatu barang, maka barang yang akan diserahkan itu harus halal, atau perbuatan yang dijanjikan untuk dilakukan itu harus halal. Jadi setiap perjanjian pasti mempunyai causa, dan causa tersebut haruslah halal. Jika causanya palsu maka persetujuan itu tidak mempunyai kekuatan. Isi perjanjian yang dilarang atau bertentangan dengan undang-undang atau dengan kata lain tidak halal, dapat dilacak dari peraturan perundang-undangan, yang biasanya berupa pelanggaran atau kejahatan yang merugikan pihak lain sehingga bisa dituntut baik secara perdata maupun pidana. Adapun isi perjanjian yang bertentangan dengan kesusilaan cukap sukar ditentukan, sebab hal ini berkaitan dengan kebiasaan suatu masyarakat sedangkan masing-masing kelompok masyarakat mempunyai tata tertib kesusilaan yang berbeda-beda.
Secara mendasar perjanjian dibedakan menurut sifat yaitu :
1. Perjanjian Konsensuil
Adalah perjanjian dimana adanya kata sepakat antara para pihak saja, sudah cukup untuk timbulnya perjanjian.
2. Perjanjian Riil
Adalah perjanjian yang baru terjadi kalau barang yang menjadi pokok perjanjian telah diserahkan.
3. Perjanjian Formil
Adalah perjanjian di samping sepakat juga penuangan dalam suatu bentuk atau disertai formalitas tertentu.


Perikatan hapus:
1. pembayaran
2. penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
3. pembaruan utang
4. perjumpaan utang atau kompensasi
5. percampuran utang, karena pembebasan utang, karena musnahnya barang yang terutang
6. kebatalan atau pembatalan
7. berlakunya suatu syarat pembatalan, karena lewat waktu.
Tiap perikatan dapat dipenuhi oleh siapa pun yang berkepentingan, seperti orang yang turut berutang atau penanggung utang. Suatu perikatan bahkan dapat dipenuhi oleh pihak ketiga yang tidak berkepentingan, asal pihak ketiga itu bertindak atas nama dan untuk melunasi utang debitur, atau asal ia tidak mengambil alih hak-hak kreditur sebagai pengganti jika ia bertindak atas namanya sendiri.
Jika kreditur menolak pembayaran, maka debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai atas apa yang harus dibayarnya; dan jika kreditur juga menolaknya, maka debitur dapat menitipkan uang atau barangnya kepada pengadilan. Penawaran demikian, yang diikuti dengan penitipan, membebaskan debitur dan berlaku baginya sebagai pembayaran, asal penawaran itu dilakukan menurut undang-undang; sedangkan apa yang dititipkan secara demikian adalah atas tanggungan kreditur.
Ada tiga macam jalan untuk melaksanakan pembaharuan utang:
1. bila seorang debitur membuat suatu perikatan utang baru untuk kepentingan kreditur yang menggantikan utang lama.
2. bila seorang debitur baru ditunjuk untuk menggantikan debitur lama.
3. bila sebagai akibat suatu persetujuan baru seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama.
Pembaharuan utang hanya dapat dilakukan antara orang-orang yang cakap untuk mengadakan perikatan.
Jika dua orang saling berutang, maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan utang, yang menghapuskan utang-utang kedua orang tersebut . Perjumpaan terjadi demi hukum, bahkan tanpa setahu debitur, dan kedua utang itu saling menghapuskan pada saat utang itu bersama-sama ada, bertimbal-balik untuk jumlah yang sama.
Bila kedudukan sebagai kreditur dan debitur berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu percampuran utang, dan oleh sebab itu piutang dihapuskan. Percampuran utang yang terjadi pada debitur utama berlaku juga untuk keuntungan para penanggung utangnya. Percampuran yang terjadi pada diri si penanggung utang, sekali-kali tidak.
Pembebasan suatu utang tidak dapat hanya diduga-duga, melainkan harus dibuktikan. Pengembalian sepucuk surat piutang di bawah tangan yang asli secara sukarela oleh kreditur kepada debitur, merupakan suatu bukti tentang pembebasan utangnya, bahkan juga terhadap orang-orang lain yang turut berutang secara tanggung-menanggung.
Jika barang tertentu yang menjadi pokok suatu persetujuan musnah, tak dapat diperdagangkan, atau hilang hingga tak diketahui sama sekali apakah barang itu masih ada atau tidak, maka hapuslah perikatannya, asal barang itu musnah atau hilang di luar kesalahan debitur dan sebelum ia lalai menyerahkannya.
Semua perikatan yang dibuat oleh anak-anak yang belum dewasa atau orang-orang yang berada di bawah pengampuan adalah batal demi hukum, dan atas tuntutan yang diajukan oleh atau dari pihak mereka, harus dinyatakan batal, semata-mata atas dasar kebelumdewasaan atau pengampuannya. Perikatan yang dibuat oleh perempuan yang bersuami dan oleh anak-anak yang belum dewasa yang telah disamakan dengan orang dewasa, tidak batal demi hukum, sejauh perikatan tersebut tidak melampaui batas kekuasaan mereka.
C.HUKUM PERIKATAN
            Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber yaitu :
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan.
2. Perikatan yang timbul dari undang – undang
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian                

Dalam berbagai kepustakaan hukum Indonesia memakai bermacam-
macam istilah untuk menterjemahkan verbintenis danovereenkomst, yaitu :
·         Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Subekti dan Tjiptosudibio menggunakan istilah perikatan untuk verbintenis dan persetujuan untuk overeenkomst.
·         Utrecht dalam bukunya Pengantar Dalam Hukum Indonesia memakaiistilah Perutangan untukverbintenis dan perjanjian untukovereenkomst.
·         Achmad Ichsan dalam bukunya Hukum Perdata IB, menterjemahkan verbintenis dengan perjanjian dan overeenkomst dengan persetujuan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam bahasa Indonesia dikenal tiga istilah terjemahan bagi ”verbintenis” yaitu :
·         Perikatan
·         Perutangan
·         Perjanjian

Sedangkan untuk istilah ”overeenkomst” dikenal dengan istilah
terjemahan dalam bahasa Indonesia yaitu :
perjanjian dan persetujuan. Untuk menentukan istilah apa yang paling tepat untuk digunakan dalam mengartikan istilah perikatan, maka perlu kiranya mengetahui makna nya. terdalam arti istilah masing-masing.Verbintenis berasal dari kata kerja verbinden yang artinya mengikat. Jadi dalam hal ini istilah verbintenis menunjuk kepada adanya ”ikatan” atau ”hubungan”. maka hal ini dapat dikatakan sesuai dengan definisiverbintenis sebagai suatu hubungan hukum. Atas pertimbangan tersebut di atas maka istilah verbintenis lebih tepat diartikan sebagai istilah perikatan. sedangkan untuk istilah overeenkomst berasal dari dari kata kerja overeenkomen yang artinya ”setuju” atau ”sepakat”. Jadiovereenkomst mengandung kata sepakat sesuai dengan asas konsensualisme yang dianut oleh BW. Oleh karena itu istilah terjemahannya pun harus dapat mencerminkan asas kata sepakat tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka istilahovereenkomst lebih tepat digunakan untuk mengartikan istilah persetujuan.

3.    Azas-azas hukum perikatan

Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
·         ·Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
·         Asas konsensualisme Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.

Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah :

  1. Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
  2. Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
  3. Mengenai Suatu Hal Tertentu Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.
  4. Suatu sebab yang Halal Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum.

4.    Wanprestasi

Sebelum meninjau wanprestasi ada baiknya terlebih dahulu kita mengenal yang dimaksud dengan prestasi. Dalam suatu perjanjian, pihak-pihak yang bertemu saling mengungkapkan janjinya masing-masing dan mereka sepakat untuk mengikatkan diri satu sama lain dalam perikatan untuk melaksanakan sesuatu. Pelaksanaan sesuatu itu merupakan sebuah prestasi, yaitu yang dapat berupa:

·         Menyerahkan suatu barang (penjual menyerahkan barangnya kepada pembeli dan pembeli menyerahkan uangnya kepada penjual).
·         Berbuat sesuatu (karyawan melaksanakan pekerjaan dan perusahaan membayar upahnya).
·         Tidak berbuat sesuatu (karyawan tidak bekerja di tempat lain selain di perusahaan tempatnya sekarang bekerja). 
Jika debitur tidak melaksanakan prestasi-prestasi tersebut yang merupakan kewajibannya, maka perjanjian itu dapat dikatakan cacat – atau katakanlah prestasi yang buruk. Wanprestasi merupakan suatu prestasi yang buruk, yaitu para pihak tidak melaksanakan kewajibannya sesuai isi perjanjian. Wanpestasi dapat terjadi baik karena kelalaian maupun kesengajaan. Wanprestasi seorang debitur yang lalai terhadap janjinya dapat berupa:
·         Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
·         Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sesuasi dengan janjinya.
·         Melaksanakan apa yang dijanjikannya tapi terlambat.
·         Melakukan suatu perbuatan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan
  
Kapan tepatnya debitur melakukan wanprestasi? Menjawab pertanyaan ini gampang-gampang sulit. Gampang karena pada saat membuat surat perjanjian telah ditentukan suatu waktu tertentu sebagai tanggal pelaksanaan hak dan kewajiban (tanggal penyerahan barang dan tanggal pembayaran). Dengan lewatnya waktu tersebut tetapi hak dan kewajiban belum dilaksanakan, maka sudah dapat dikatakan terjadi wanrestasi.
Waktu terjadinya wanprestasi sulit ditentukan ketika di dalam perjanjian tidak disebutkan kapan suatu hak dan kewajiban harus sudah dilaksanakan. Bentuk prestasi yang berupa “tidak berbuat sesuatu” mudah sekali ditentukan waktu terjadinya wanprestasi, yaitu pada saat debitur melaksanakan suatu perbuatan yang tidak diperbolehkan itu.
Jika dalam perjanjian tidak disebutkan kapan suatu hak dan kewajiban harus dilaksanakan, maka kesulitan menentukan waktu terjadinya wanprestasi akan ditemukan dalam bentuk prestasi “menyerahkan barang” atau “melaksanan suatu perbuatan”. Di sini tidak jelas kapan suatu perbuatan itu harus dilakasanakan, atau suatu barang itu harus diserahkan. Untuk keadaan semacam ini, menurut hukum perdata, penentuan wanprestasi didasarkan pada surat peringatan dari debitur kepada kreditur – yang biasanya dalam bentuk somasi (teguran). Dalam peringatan itu kreditur meminta kepada debitur agar melaksanakan kewajibannya pada suatu waktu tertentu yang telah ditentukan oleh kreditur sendiri dalamsurat peringatannya. Dengan lewatnya jangka waktu seperti yang dimaksud dalam suratperingatan, sementara debitur belum melakasanakan kewajibannya, maka pada saat itulah dapat dikatakan telah terjadi wanprestasi.

Debitur yang wanprestasi kepadanya dapat dijatuhkan sanksi, yaitu berupa membayar kerugian yang dialami kreditur, pembatalan perjanjian, peralihan resiko, dan membayar biaya perkara bila sampai diperkarakan secara hukum di pengadilan. 


5.    Hapusnya Perikatan 

HAPUSNYA PERIKATAN pasal 1381:
·         Pembayaran
·         Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
·         Pembaharuan utang
·         Perjumpaan utang atau kompensasi
·         Percampuran utang
·         Pembebasan utang
·         Musnahnya barang yang terutabf
·         Kebatalan atau pembatalan
·         Berlakunya suatu syarat batal
·         Lewatnya waktu.

D.HUKUM DAGANG
Istilah “ hukum bisnis” sebagai terjemahan dari istilah “business law” sangat banyak di pakai dewasa ini, baik dikalangan akademis maupun dikalangan para praktisi. Meskipun begitu, banyak istilah lain yang sunggupun tidak persis sama artinya, tetapi mempunyairuang lingkup yag mirip-mirip dengan istilah hukum bisnis ini. Istilah-istilah lain terhadap hukum bisnis tersebut adalah sebagai berikut :
            a). Hukum dagang (sbagai terjemahan dari “trade law”) 
            b). huhum perniagaan (sebagai terjemahan dari “commercial”)
            c). hukum ekonomi (sebagai terjemahan dari “economic “law)
istilah “hukum  dagang “ atau “hukum perniagaan” merupakan istilah dengan cakupan yang sangat tradisional dan sangat sempit. Sebab, pada prinsipnya kedua istilah tersebut hanya melingkupi topic-topik yag terdapat dalam kitab undang-undang hukum dagang (KHUD) saja. Pada hal, begitu banyak topic hukum dagang. Misalnya mengenai perseroan terbatas, kontrak bisnis, pasar modal, mergr dan akuisisi, perkreditan, hak atas intelektual, perpajakan, bisnis internasional,dan masih banyak lagi. Sementra dengan istilah “hukum ekonomi” cakupanya sangat luas, berhubung adanya pengertian ekonomi dalam arti makro dan mikro, ekonomi pembanguan dan ekonomi social, ekonomi manajemen dan akuntansi. Yang kesemuanya tersebut mau tidak mau harus dicakup oleh istilah “ hukum ekonomi” jadi, jika dilihat dari segi batassan dari ruang lingkupnya,, maka jika istilah hukum dagang atau hukum perniagaan ruang lingkupnya sangat sempit.
Namun demikain, dasar hukum dari hukum bisnis di Indonesia yang tertulis adalah sebagai berikut :
            a). KUH dagang yang belum banyak diubah
                  Masih ada ketentuan dalam KUH dagang yang pada prinsipnya belu berubah yag mengatur tentang berbagai aspek dari hukum bisnis, meskipun sudah barng tentu sudah banyak dari ketentuan tersebut yang sudah usang dimakan zaman. Ketentuan-ketentuan dalam KUH dagang yang pada


prinsipnya masih berlaku adalah pengaturan tentang hal-hal sebagai berikut :
1). Keagenan dan distributor (makelar dan komisioner)
2). Suarat berharga (wesel, cek dan askep)
3). Asuransi
4). Pengangkutan laut
 b.) KUH Dagang yang Sudah Banyak Berubah
Disanping itu masih ada ketentuan ketentuan dalam KUH dagang yang pada
prinsipnya masih berlaku, tetapi telah banyak berubah yang mengatur tentang berbagai
aspek dari hukum bisnis. Ketentuan-ketentuan dalam KUH dagang yang pada   prinsipnya masih berlaku, tetapi telah berubah adalah pengaturan tentang hal-hal sebagai berikut :
2a). Pembukuan dagang
2b). Asuransi

3. KUH dagang yang sudah diganti dengan perundang-perundangan yang baru.
Selanjutnya, ada juga ketentuan dalam KUH dagang yang telah dicabut dan diganti dengan perundang-undangan yang baru sehingga secara yuridis formal tidak berlaku lagi. Yakni kentuan-ketentuan yang mengatur tentang berbagai aspek dari hukum bisnis berupa :

           
Perdagangan atau Perniagaan pada umumnya adalah pekerjaan membeli barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang itu di tempat lain atau pada waktu yang berikut dengan maksud memperoleh keuntungan.

Pada zaman yang modern ini perdagangan adalah pemberian perantaraan antara produsen dan konsumen untuk membelikan dan menjualkan barang-barang yang memudahkan dan memajukan pembelian dan penjualan.


Ada beberapa macam pemberian perantaraan kepada produsen dan konsumen :
1.      Pekerjaan orang-orang perantara sebagai makelar, komisioner, pedagang keliling dan sebagainya.

            2.      Pembentukan badan-badan usaha (asosiasi), seperti perseroan terbatas (PT), perseroan firma (VOF=Fa) Perseroan Komanditer, dsb yang tujuannya guna memajukan perdagangan.

            3.      Pengangkutan untuk kepentingan lalu lintas niaga baik didarat, laut maupun udara.

            4.      Pertanggungan (asuransi)yang berhubungan dengan pengangkutan, supaya si pedagang dapat menutup resiko pengangkutan dengan asuransi.


            5.      Perantaraan Bankir untuk membelanjakan perdagangan.

      6.      Mempergunakan surat perniagaan (Wesel/ Cek) untuk melakukan pembayaran dengan cara yang mudah dan untuk memperoleh kredit.

Pada pokoknya Perdagangan mempunyai tugas untuk :

1.      Membawa/ memindahkan barang-barang dari tempat yang berlebihan (surplus) ke tempat yang berkekurangan (minus).

2.      Memindahkan barang-barang dari produsen ke konsumen.


3.      Menimbun dan menyimpan barang-barang itu dalam masa yang berkelebihan sampai mengancam bahaya kekurangan.


Pembagian jenis perdagangan, yaitu :

1.      Menurut pekerjaan yang dilakukan pedagang.

a. Perdagangan mengumpulkan (Produsen – tengkulak – pedagang besar –
   eksportir)

b.Perdagangan menyebutkan (Importir – pedagang besar – pedagang
    menengah – konsumen)

2.      Menurut jenis barang yang diperdagangkan

   a. Perdagangan barang, yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan jasmani manusia (hasil pertanian, pertambangan, pabrik)
b.Perdagangan buku, musik dan kesenian.
c. Perdagangan uang dan kertas-kertas berharga (bursa efek)

3.      Menurut daerah, tempat perdagangan dilakukan

a. Perdagangan dalam negeri.
b.Perdagangan luar negeri (perdagangan internasional), meliputi :
-    Perdagangan Ekspor
-    Perdagangan Impor
c. Perdagangan meneruskan (perdagangan transito)

B. Usaha Perniagaan

Usaha Perniagaan adalah usaha kegiatan baik yang aktif maupun pasif, termasuk juga segala sesuatu yang menjadi perlengkapan perusahaan tertentu, yang kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan memperoleh keuntungan.

Usaha perniagaan itu meliputi :

1.      Benda-benda yang dapat diraba, dilihat serta hak-hak seperti :

a. Gedung/ kantor perusahaan.
b.Perlengkapan kantor : mesin hitung/ ATK dan alat-alat lainnya.
c. Gudang beserta barang-barang yang disimpan didalamnya.
d.Penagihan-penagihan
e. Hutang-hutang

2.      Para pelanggan

3.      Rahasia-rahasia perusahaan.

Kedudukan antara kekayaan pribadi (prive) dan kekayaan usaha perniagaan :

1.Menurut Polak dan Molengraaff, kekayaan usaha perniagaan tidak terpisah dari kekayaan prive pengusaha. Pendapat Polak berdasarkan Ps 1131 dan 1132 KUHS

Ps 1131 : Seluruh harta kekayaan baik harta bergerak dan harta tetap dari seorang debitur, merupakan tanggungan bagi perikatan-perikatan pribadi.
Ps 1132 : Barang-barang itu merupakan tanggungan bersama bagi semua kreditur.

2.Menurut Prof. Sukardono, sesuai Ps 6 ayat 1 KUHD tentang keharusan pembukuan yang dibebankan kepada setiap pengusaha yakni keharusan mngadakan catatan mengenai keadaan kekayaan pengusaha, baik kekayaan perusahaannya maupun kekayaan pribadinya.

C. Sumber Hukum Dagang

Hukum Dagang di Indonesia bersumber pada :

1. Hukum tertulis yang dikodifikasikan
a. KUHD
b.KUHS

   2. Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan yaitu peraturan perundang-undangan   khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan.

3. Pokok : KUHS, Buku III tentang Perikatan.

4. Kebiasaan
a. Ps 1339 KUHS : Suatu perjanjian tidak saja mengikat untuk apa yang semata-mata telah diperjanjikan tetapi untuk apa yang sudah menjadi kebiasaan
b.Ps 1347 KUHS : hal-hal yang sudah lazim diperjanjikan dalam suatu perjanjian, meskipun tidak secara tegas diperjanjikan harus dianggap juga tercantum dalam setiap perjanjian semacam itu.

5. Yurisprudensi

6. Traktat

7. Doktrin

KUHD mulai berlaku di Indonesia pada tanggal 1 Mei 1848 berdasarkan asas konkordansi.

Menurut Prof. Subekti SH, adanya KUHD disamping KUHS sekrang ini tidak pada tempatnya, karena KUHD tidak lain adalah KUHPerdata. Dan perkataan “dagang” bukan suatu pengertian hukum melainkan suatu pengertian perekonomian.
Pentingan suatu Perusahaan memegang buku (Ps 6 KUHD)
1. Sebagai catatan mengenai :
   a. Keadaan kekayaan perusahaan itu sendiri – berkaitan dengan keharusan menanggung hutang piutang
b. Segala hal ihwal mengenai perusahaan itu.

2. Dari sudut hukum pembuktian (Ps 7 KUHD Jo Ps 1881 KUHS), misalnya dengan    
adanya pembukuan yang rapi, hakim dapat mengambil keputusan yang tepat jika ada persengketaan antara 2 orang pedagang mengenai kwalitas barang yang diperjanjikan.

D.    Asas-Asas Hukum Dagang
Pengertian Dagang (dalam arti ekonomi), yaitu segala perbuatan perantara antara produsen dan konsumen.
Pengertian Perusahaan, yaitu seorang yang bertindak keluar untuk mencari keuntungan dengan suatu cara dimana yang bersangkutan menurut imbangannya lebih banyak menggunakan modal dari pada menggunakan tenaganya sendiri.

Pentingnya pengertian perusahaan :

1.      Kewajiban “memegang buku” tentang perusahaan yang bersangkutan.

2.      Perseroan Firma selalu melakukan Perusahaan.

3.      Pada umumnya suatu akte dibawah tangan yang berisi pengakuan dari suatu pihak, hanya mempunyai kekuatan pembuktian jika ditulis sendiri oleh si berhutang atau dibubuhi tanda persetujuan yang menyebutkan jumlah uang pinjaman, tapi peraturan ini tidak berlaku terhadap hutang-hutang perusahaan.

4.      Barang siapa melakukan suatu Perusahaan adalah seorang “pedagang” dalam pengertian KUHD.

5.      Siapa saja yang melakukan suatu Perusahaan diwajibkan, apabila diminta, memperlihatkan buku-bukunya kepada pegawai jawatan pajak.

6.      Suatu putusan hakim dapat dijalankan dengan paksaan badan terhadap tiap orang yang telah menanda tangani surat wesel/ cek, tapi terhadap seorang yang menandatangani surat order atau surat dagang lainnya, paksaan badan hanya diperbolehkan jika suart-surat itu mengenai perusahaannya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENYELESAIAAN KASUS

SEF Goes to Bandung

Batik- Passive voice